Monday, 3 June 2013

Tolak Bala'



Saya tergelitik dengan postingan seorang member di salah satu grup facebook bertemakan sepakbola yang saya turut serta join di dalamnya. Bunyinya seperti ini “Jangan lupa partai perpisahan " Michael Ballack " lusa 5 Juni 2013 ini di Stadion Leipzig yang bertajuk "Ciao Capitano, World Class Evening". Seketika itu juga senyum saya merekah, karena saat itu juga saya langsung terbawa untuk melakukan kilas balik hidup saya kembali 11 tahun lalu menuju tahun 2002 silam. Apa yang terjadi di tahun itu? Sambil mengumpulkan kepingan puzzle memori saya dan menyatukannya, akhirnya muncul rasa gatal untuk menuangkan pengalaman pribadi saya tersebut ke dalam blog ini. Ya itung-itung nambah tulisan dan meramaikan isi blog kan boleh yeeee… :D

Michael Ballack. Hayo ngacung siapa yang gak atau belum kenal pria satu ini? Paling nggak ya cukup tau aja deh orangnya yang mana. Lumayan melegenda juga lho. Meski gak doyan sama sepakbola dan cuma suka kalo ada momen semacam Piala Dunia atau Piala Eropa semestinya pernah dengar namanya juga. Baiklah bagaimana kita bahas profil singkat pesepakbola satu ini?


Ini loh Michael Ballack, ganteng khan?
Michael Ballack lahir 26 September 1976 di kota kecil Gorlitz yang terletak di bagian timur negara Jerman. Ballack memulai karirnya sebagai seorang muda di Chemnitzer FC, dengan tim lokal, dan membuat debut profesional pada tahun 1995. Meskipun ia diasingkan di musim pertamanya, penampilannya di musim berikutnya di liga Regional membuat dirinya ditransfer ke Kaiserslautern pada tahun 1997. Ia memenangkan Bundesliga di musim pertamanya di klub itu dan hal tersebut menjadi prestasi pertamanya. Tetapi yang membuat ia mengemuka sebagai pesepakbola top dan papan atas adalah ketika bergabung dengan Bayer Leverkusen di musim 1999/2000 dengan nilai transfer sebesar 4.1 juta Euro.

Oke cukup sampai disitu dulu profil singkat awal karir dari seorang Michael Ballack. Saya balik lagi kembali menceritakan apa yang terjadi pada tahun 2002. Di pertengahan tahun itu digelarlah ajang paling prestisius dalam sepakbola yang diadakan hanya satu kali dalam empat tahun. Apalagi kalau bukan Piala Dunia. Dan di tahun 2002 ini yang berkesempatan menjadi tuan rumahnya adalah Jepang dan Korea Selatan. Ini merupakan pertama kalinya Piala Dunia diadakan di Benua Asia. Suatu kepercayaan sekaligus menjadi beban yang luar biasa bagi kedua tuan rumah untuk mensukseskan ajang ini. Cukup lagi. Saya tidak akan menguraikan bagaimana detail dan rinci setiap pertandingannya hingga final karena itu akan membutuhkan berpuluh-puluh lembar kertas A4 apabila dicetak.

Gelaran Piala Dunia 2002 ini berlangsung selama 31 hari mulai 31 Mei – 30 Juni. Dan tanggal segitu seperti biasa merupakan periode-periode pahit dengan apa yang namanya ujian kenaikan kelas bagi semua siswa-siswi yang sedang bersekolah, mau itu SD, SMP, dan SMA/SMK sekaligus. Saya yang saat itu tengah duduk di kelas 2 SMP pun dibuat dilema karenanya. Bagi saya yang suka menonton sepakbola, terlebih karena tidak ingin kehilangan momen 4 tahunan ini pun segera memutar otak, berpikir supaya dapat menyeimbangkan keduanya. Alhasil saya putuskan untuk tetap belajar dengan kondisi apapun itu sehabis menonton berbagai pertandingan yang disiarkan.

Entah memang berpengaruh atau tidak, bencana terjadi pada saya. Saat pembagian rapor, untuk pertama kalinya dalam sejarah, saya terlempar dari ranking 10 besar! Aaarrrrgghhh! Caturwulan (sebelum menggunakan semester) itu saya mendapat ranking 13 dari sebelumnya berada di jajaran 5 besar! Langsung ngedrop seketika. Perasaan kecewa, kesal, sedih, bercampur jadi satu dibuatnya. Setibanya di rumah saya juga langsung dihadapkan pada orang tua yang agak sedikit memarahi (tapi masih dalam batas kewajaran) ditambah dengan memberikan hukuman menghabiskan 2 minggu liburan di rumah saja. Hiks...

Spoiler for Rapor
Sayapun dengan perasaan gundah gulana *halah* menonton final Piala Dunia yang mentas di Yokohama Stadium tepat 1 hari setelah pembagian rapor yang mempertemukan Brazil dan Jerman. Hasilnya kita ketahui bersama, Brazil sukses mempecundangi Jerman lewat dua gol Ronaldo. Jagoan saya Italia sendiri sudah rontok dini di babak perdelapanfinal menyerah dari tuan rumah Korea Selatan. Jadi dengan hasil di final ini saya merasa netral. Tetapi entah mengapa saya menjadi iba dengan salah satu punggawa di Timnas Jerman, tak lain dan tak bukan adalah Michael Ballack itu sendiri. Bagaimana tidak, ditahun itu ia selalu nyaris membawa timnya menjadi juara. Bersama Leverkusen ia “hanya” mampu finish posisi kedua di Liga, mencapai final Piala Jerman, dan yang paling tragis mencapai final Liga Champions untuk kalah dari Real Madrid. Jadi di tahun itu ia menjadi 4 finalis! Ditahun itu pula ia mendapat julukan Mr. Runner-Up.

Ballack Di Final Liga Champions 2001/2002
Memakai  Kostum Kebesaran Jerman, Sayang Selalu Gagal Juara
Nah ini entah mengapa lagi terbawa kedalam diri saya karena saya seolah menjadi loser layaknya Michael Ballack berkat hasil di rapor tersebut. Ditambah kebetulan yang jelas dijejelin demi menegaskan “hubungan” special saya dengan Ballack tahun itu : nomor punggungnya yang 13 sama dengan ranking yang saya dapat dan itu tentu dipercaya sebagai angka sial . Lengkap sudah, tentu saya tidak ingin saya selalu menjadi nomor dua seperti dia. Lucunya, kakak-kakak saya menyindir saya untuk segera melakukan “Tolak Bala’” yang merupakan plesetan dari “Tolak Ballack” -_____-

Tapi syukurlah, sama seperti Ballack yang berhasil keluar dari bayang-bayang sebagai Mr. Runner-Up pasca tahun 2002, saya juga bisa bangkit kembali mendapatkan hasil yang membaik dengan kembali masuk dalam jajaran ranking 10 besar. Karena sesungguhnya sekali lagi, kegagalan itu adalah sukses yang tertunda, bukan?
Kembali menjadi Mr. Runner Up di Liga Champions 2007/2008 Bersama Chelsea
Danke, Ballack!

No comments:

Post a Comment