Saya
tergelitik dengan postingan seorang member di salah satu grup facebook bertemakan
sepakbola yang saya turut serta join di dalamnya. Bunyinya seperti ini “Jangan
lupa partai perpisahan " Michael Ballack " lusa 5 Juni 2013 ini di
Stadion Leipzig yang bertajuk "Ciao Capitano, World Class Evening". Seketika
itu juga senyum saya merekah, karena saat itu juga saya langsung terbawa untuk
melakukan kilas balik hidup saya kembali 11 tahun lalu menuju tahun 2002 silam.
Apa yang terjadi di tahun itu? Sambil mengumpulkan kepingan puzzle memori saya
dan menyatukannya, akhirnya muncul rasa gatal untuk menuangkan pengalaman
pribadi saya tersebut ke dalam blog ini. Ya itung-itung nambah tulisan dan
meramaikan isi blog kan boleh yeeee… :D
Michael
Ballack. Hayo ngacung siapa yang gak atau belum kenal pria satu ini? Paling
nggak ya cukup tau aja deh orangnya yang mana. Lumayan melegenda juga lho. Meski
gak doyan sama sepakbola dan cuma suka kalo ada momen semacam Piala Dunia atau
Piala Eropa semestinya pernah dengar namanya juga. Baiklah bagaimana kita bahas
profil singkat pesepakbola satu ini?
![]() |
| Ini loh Michael Ballack, ganteng khan? |
Michael
Ballack lahir 26 September 1976 di kota kecil Gorlitz yang terletak di bagian timur negara Jerman. Ballack memulai karirnya sebagai
seorang muda di Chemnitzer FC, dengan tim lokal, dan membuat debut profesional
pada tahun 1995. Meskipun ia diasingkan di musim pertamanya, penampilannya di
musim berikutnya di liga Regional membuat dirinya ditransfer ke Kaiserslautern
pada tahun 1997. Ia memenangkan Bundesliga di musim pertamanya di klub itu dan
hal tersebut menjadi prestasi pertamanya. Tetapi yang membuat ia mengemuka
sebagai pesepakbola top dan papan atas adalah ketika bergabung dengan Bayer
Leverkusen di musim 1999/2000 dengan nilai transfer sebesar 4.1 juta Euro.
Oke cukup sampai
disitu dulu profil singkat awal karir dari seorang Michael Ballack. Saya balik
lagi kembali menceritakan apa yang terjadi pada tahun 2002. Di pertengahan
tahun itu digelarlah ajang paling prestisius dalam sepakbola yang diadakan
hanya satu kali dalam empat tahun. Apalagi kalau bukan Piala Dunia. Dan di
tahun 2002 ini yang berkesempatan menjadi tuan rumahnya adalah Jepang dan Korea
Selatan. Ini merupakan pertama kalinya Piala Dunia diadakan di Benua Asia.
Suatu kepercayaan sekaligus menjadi beban yang luar biasa bagi kedua tuan rumah
untuk mensukseskan ajang ini. Cukup lagi. Saya tidak akan menguraikan bagaimana
detail dan rinci setiap pertandingannya hingga final karena itu akan
membutuhkan berpuluh-puluh lembar kertas A4 apabila dicetak.
Gelaran Piala Dunia
2002 ini berlangsung selama 31 hari mulai 31 Mei – 30 Juni. Dan tanggal segitu
seperti biasa merupakan periode-periode pahit dengan apa yang namanya ujian
kenaikan kelas bagi semua siswa-siswi yang sedang bersekolah, mau itu SD, SMP,
dan SMA/SMK sekaligus. Saya yang saat itu tengah duduk di kelas 2 SMP pun
dibuat dilema karenanya. Bagi saya yang suka menonton sepakbola, terlebih karena
tidak ingin kehilangan momen 4 tahunan ini pun segera memutar otak, berpikir
supaya dapat menyeimbangkan keduanya. Alhasil saya putuskan untuk tetap belajar
dengan kondisi apapun itu sehabis menonton berbagai pertandingan yang
disiarkan.
Entah memang berpengaruh
atau tidak, bencana terjadi pada saya. Saat pembagian rapor, untuk pertama
kalinya dalam sejarah, saya terlempar dari ranking 10 besar! Aaarrrrgghhh!
Caturwulan (sebelum menggunakan semester) itu saya mendapat ranking 13 dari
sebelumnya berada di jajaran 5 besar! Langsung ngedrop seketika. Perasaan
kecewa, kesal, sedih, bercampur jadi satu dibuatnya. Setibanya di rumah saya
juga langsung dihadapkan pada orang tua yang agak sedikit memarahi (tapi masih
dalam batas kewajaran) ditambah dengan memberikan hukuman menghabiskan 2 minggu
liburan di rumah saja. Hiks...
![]() |
| Spoiler for Rapor |
Sayapun dengan
perasaan gundah gulana *halah* menonton final Piala Dunia yang mentas di Yokohama
Stadium tepat 1 hari setelah pembagian rapor yang mempertemukan Brazil dan
Jerman. Hasilnya kita ketahui bersama, Brazil sukses mempecundangi Jerman lewat
dua gol Ronaldo. Jagoan saya Italia sendiri sudah rontok dini di babak
perdelapanfinal menyerah dari tuan rumah Korea Selatan. Jadi dengan hasil di
final ini saya merasa netral. Tetapi entah mengapa saya menjadi iba dengan
salah satu punggawa di Timnas Jerman, tak lain dan tak bukan adalah Michael
Ballack itu sendiri. Bagaimana tidak, ditahun itu ia selalu nyaris membawa
timnya menjadi juara. Bersama Leverkusen ia “hanya” mampu finish posisi kedua
di Liga, mencapai final Piala Jerman, dan yang paling tragis mencapai final
Liga Champions untuk kalah dari Real Madrid. Jadi di tahun itu ia menjadi 4
finalis! Ditahun itu pula ia mendapat julukan Mr. Runner-Up.
![]() |
| Ballack Di Final Liga Champions 2001/2002 |
![]() |
| Memakai Kostum Kebesaran Jerman, Sayang Selalu Gagal Juara |
Nah ini entah
mengapa lagi terbawa kedalam diri saya karena saya seolah menjadi loser
layaknya Michael Ballack berkat hasil di rapor tersebut. Ditambah kebetulan
yang jelas dijejelin demi menegaskan “hubungan” special saya dengan Ballack
tahun itu : nomor punggungnya yang 13 sama dengan ranking yang saya dapat dan
itu tentu dipercaya sebagai angka sial . Lengkap sudah, tentu saya tidak ingin
saya selalu menjadi nomor dua seperti dia. Lucunya, kakak-kakak saya menyindir
saya untuk segera melakukan “Tolak Bala’” yang merupakan plesetan dari “Tolak
Ballack” -_____-
Tapi syukurlah, sama
seperti Ballack yang berhasil keluar dari bayang-bayang sebagai Mr. Runner-Up pasca
tahun 2002, saya juga bisa bangkit kembali mendapatkan hasil yang membaik
dengan kembali masuk dalam jajaran ranking 10 besar. Karena sesungguhnya sekali
lagi, kegagalan itu adalah sukses yang tertunda, bukan?
![]() |
| Kembali menjadi Mr. Runner Up di Liga Champions 2007/2008 Bersama Chelsea |
Danke, Ballack!





