Wednesday, 29 May 2013

Aku dan Hikayat Untuk Travelling


Seumur-umur bagi saya yang termasuk dalam kategori “anak rumahan” ini, bepergian sendirian tentu saja menjadi hal yang cukup langka dilakukan. Bukan karena apa-apa, tumbuh sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara (Program KB belum masuk kali yak -_-) barangkali berimbas pula pada proteksi yang cukup berlebihan dari orang tua saya. Tapi yang terpenting, entah mengapa saya sama sekali juga tidak keberatan diperlakukan seperti itu. Heeeuu..

Sebelum saya bekerja, selama itulah baru satu propinsi yang pernah saya kunjungi, yaitu Sumatera Barat. Agak menyedihkan, bukan? Itupun karena propinsi tersebut adalah asal muasal nenek moyang hingga orang tua saya. Yah mau tidak mau, suka tidak suka, beberapa kali saya pergi kesana untuk berbagai urusan. Tentu saja tidak sendiri atau dengan masih berada dalam pengawasan orang tua. Dan saya TIDAK SUKA. Mungkin karena jarak tempuh yang cukup lama ± 14 jam untuk sampai di tujuan, ditambah dengan kondisi jalan yang sama sekali kurang layak untuk dilalui, sayanya yang juga doyan “mabok” darat, dan setibanya di kampung halaman semakin ngedrop karena bisa dibilang bukan “gue banget”. Kebanyakan cuma menyapa keluarga disana, tanpa adanya ajakan untuk sightseeing pesona Sumatera Barat. Padahal propinsi tersebut kaya akan panorama alamnya. Makanya jadi berasa cuma capek di jalan. Ahh.. Lengkap sudah. Jadi kalau ada pilihan boleh tidak ikut, maka saya memilih tidak ikut. Tapi oleh-oleh wajib dimintak #teteup #shitIndonesian

Jadi bagaimana cara saya menghabiskan masa liburan sekolah saya? Seriously, jangan membayangkan tentu saja saya akan selalu mendekam di rumah, karena itu pasti sangat menyebalkan. Tapi untunglah orang tua saya punya inisiatif lain untuk “menitipkan” anaknya ini di rumah tempat kerabat lain di luar kota, atau yang lebih ekstrem lagi, dioper ke rumah kakak-kakak saya yang satu hingga yang lain agar mendapat giliran untuk mengasuh saya. Tapi sepertinya kita tau akan bagaimana endingnya, jadilah saya yang mengasuh anak-anak mereka? Oh well..

Tapi jangan ditanya apabila dunia travelling ini disangkutpautkan dengan salah satu mata pelajaran di sekolah dulu. I really love Geografi! Terlebih dikala subbab materinya membahas hal yang betul-betul baru bagi saya, yaitu propinsi lain yang ada di Indonesia dan tentu saja Negara-negara lain di seantero dunia. Entah itu topik tentang tapal batas kota tersebut, bagaimana lingkup pemerintahannya, sosial budaya dan sejarah asal muasal terbentuknya, dan lain-lain. Saya sangat suka mengetahuinya. Bahkan dulu saya dan teman-teman membuat permainan dengan hanya bermodal halaman belakang dari buku peta dan atlas, kami menebak bendera dari negara manakah yang ditunjuk ini, it was so much fun actually. Jadi bisa dibilang basic-nya ada kok ya, doyan geografi, berarti tinggal polesan sana-sini aja untuk bikin menjadi seorang Ryan The Traveler #eak #muntahpelangi

Daaaannn terima kasih Internet! Berkat googlenya lah, pikiran saya yang cendurung tertutup akan hal-hal yang baru menjadi terbuka. Membaca berbagai macam cerita perjalanan seseorang sungguh merupakan candu tersendiri. Bagaimana berinteraksi dengan masyarakat dan sosial budaya yang selama ini masih asing bagi kita, membuat saya semakin tak terelakkan lagi menjadi haus akan dunia yang satu ini. Harus segera dilampiaskan. Secepatnya! Tapi tekad yang kuat dan menggebu-gebu tentu saja tidak cukup, semua itu butuh… Uang… -_-

Dengan status masih pelajar dan mahasiswa saat itu, apa yang bisa diharapkan sih? Mau kerja kayaknya belum memungkinkan. Terus masa’ iya mau maksain minta dana sama orangtua buat jalan-jalan? Apa kabar biaya kebutuhan premier lain semacam untuk sekolah? Yah.. Kecuali orangtuamu hartanya berlimpah ruah kali ya, saya gak punya pikiran sama sekali untuk minta duit ke mereka. Dan sayapun bersabar menanti masa itu.

Akhirnya. Masa itu. Tiba…

Beda orang, tentu beda prioritas lah ya. Jadi setelah bekerja dan tidak selalu bergantung lagi meminta segala sesuatunya dengan orang tua, saya pun memiliki prioritas. Alih-alih menabung untuk masa depan, pada awalnya saya malah cenderung lebih memilih untuk memanjakan diri sesaat. Yang terpikir saat itu hanya “Oke, gue masih muda, gak salah dong kalo gue sekarang loyal dulu sama diri sendiri dan keluarga”. Tapi yang ada kejadiannya malah bisa dibilang kebablasan, karna itu berlangsung cukup lama. Gaji lari entah kemana, cepat abis, dan bekerja pun dirasa semakin bikin capek. Oke, Demi Tuhan, ini salah….. *ketok-ketok meja*. Maka di medio setelah setengah tahun bekerja, saya menargetkan kembali diri saya untuk kembali menapaki jalur calon hobi saya sebelumnya tadi, yaitu travelling. Karena pada dasarnya kerja itu melelahkan, dan ada masanya suatu saat kita harus merehatkan diri sejenak dari segala jenis rutinitas pekerjaan. Dan saya ingin masa itu nantinya harus special dan layak untuk dikejar…. Dengan travelling…

Dengan menguatkan diri, berbekal niat dan hasrat ingin berjumpa dengan beberapa anggota “keluarga jauh” di Ibukota negara Indonesia, maka di awal tahun 2011 saya memulai rencana untuk mewujudkan salah satu resolusi ditahun itu, yaitu untuk pertama kalinya naik yang namanya pesawat terbang dan kereta api sekaligus menginjakkan kaki di Jakarta. Tentu saja tidak serta merta kabur meninggalkan pekerjaan. Kan ada yang namanya cuti kali ah *selftoyor*. Maka terpilihlah tanggal 9 Juli 2011, yah sekaligus memberi surprise teman dekat yang juga ultah di tanggal tersebut #nomention #sokmisterius. Dengan jatah cuti perdana yang diambil penuh selama 5 hari kerja ditambah 2x sabtu-minggu, tentu saya ingin memaksimalkan liburan saya dengan pergi ke kota terdekat lainnya. Kebetulan ada ajakan teman untuk gathering di Bogor dan Bandung sekaligus. Yah walaupun tidak menginap. Tapi terasa komplit sudah.

Nah pandangan orangtua Alhamdulillah juga perlahan mulai berubah sejak saya bekerja. Mungkin mereka udah merasa kalau sudah bekerja itu otomatis saya menjadi orang yang dapat memegang penuh tanggungjawab dan kepercayaan. Itulah yang saya rasakan ketika meminta izin untuk berangkat sendirian selama 9 hari penuh untuk berlibur sejenak menjauhkan diri dari kepenatan rutinitas yang membuncah. Maklum selama setahun bekerja belum bisa mengambil jatah cuti. Saya hanya dititipkan pesan untuk selalu berhati-hati dan jangan bertindak ceroboh. Plus minta dibelikan baju batik... \-,-/

Dan hari itupun datang. Eh yang ginian enak ya! Singkat kata saya mengalami yang namanya ketagihan dan betapa menyenangkannya dengan yang namanya liburan tersebut, membuat saya memutar otak untuk kembali melakukan travelling ke berbagai kota setelahnya. Akhirnya tak perlu beberapa lama menunggu, di tahun yang sama saya berkesempatan mendatangi Palembang di Sumatera Selatan untuk dinas sekaligus kencan *uhuk*, juga kembali ke SumBar, tapi kali ini sendirian khusus untuk liburan. Karena travelling itu bisa dalam berkelompok, tentu saja tak luput pula untuk disebut pencapaian yang menjadi salah satu travelling yang paling menyenangkan yang pernah saya alami, yaitu tatkala selama 3 hari plesiran dan mengeksplore keeksotisan Pulau Dewata, Bali pada medio Juli 2012 yang lalu.

Berbekal dengan beberapa pengalaman travelling mini itulah, disertai dengan passion dan niat yang kuat untuk melakukan travelling, plus dengan semakin rajinnya beberapa maskapai penerbangan memberikan promo untuk terbang murah bersamanya, maka saya beranggapan bukanlah hal yang mustahil untuk terbang lebih jauh ke tempat lain, melihat dan menikmati beragam hal baru yang tidak terjangkau sebelumnya.

Ke luar negeri, mungkin?

No comments:

Post a Comment